Kamis, 24 Mei 2012

Pelangi dimata mu (..oh Indonesiaku..)


Mendalami indahnya Indonesia sejauh mata menikmat, indahnya paronama alam serta ramahnya sapaan manusia. Akan tetapi kita sendiri sebagai masyarakat pribumi sering tidak menyadari mengenai keindahan sesungguhnya dari Indonesia kita ini. Karunia Tuhan bukan hanya sebatas keindahan Alam semata, akan tetapi juga keindahan akan sebuah perbedaan. Bayangkan saja jumlah pulau-pulau yang Tuhan taburkan di bumi kita Indonesia ini, sepaket dengan masyarakat didalamnya. Keberagaman dan kebersamaan berjalan selaras dan saling padu dalam bentuk "Bhineka Tunggal Ika". Memberikan kita ikatan akan sebuah bangsa yang padu dan berwarna. Berkah ataukah sebuah Bencana? Melihat fakta yang terjadi saat ini sungguh pedih rasanya. Penghinaan, Caci Maki, Diskriminasi horizontal dan banyak contoh lain yang memberikan citra mulai pudarnya beberapa warna yang dimiliki oleh Indonesia. Tanpa kita sadari hal ini telah berkamuflase dihadapan kita. Hina dan Caci Maki kadang menjadi candaan yang kita anggap biasa. Mungkina iya bagi sebagian orang akan tetapi hal itu tidak berlaku juga untuk sebagian kalangan. Tentu hal ini wajar karena setiap orang memiliki yang namanya prinsip masing-masing. Akan tetapi sebagai bangsa yang telahir dengan warna warni didalamnya tentu kita perlu memahami yang namanya Tenggang Rasa. Dan, itu menjadi alasan mengapa hal ini menjadi sebuah materi yang terlah diajarkan kepada para pembelajar diusia dini. Semenjak duduk di sekolah dasar kita telah mengunyah habis apa yang dinamakan dengan Tenggang Rasa didalam piring pelajaran bernama Pendidikan Kewarganegaraan. Akan tetapi kita sering mengabaikannya dan hanya menganggapnya sebuah kewajiban sekolah, bukan makna sesungguhnya dari itu.

Selain itu sejak akhir dari abad 20 hingga dimulainya awal 21 banyak penanda akan ‘mulai’ runtuhnya budaya kita yang satu ini. Pertikaian dimana-mana, antar suku maupun agama. Melihat pertikaian yang terjadi diberbagai daerah ini merupakan sebuah pertanda yang harusnya kita sigapi dengan strategis. Kita sebagai pilar bangsa seharusnya tidak ikut-ikutan dalam pengrusakan tersebut. Akan tetapi beda cita beda cerita. Tidak terhitung jumlah pemuda yang menjadi motor dari pergolakan tersebut. Kepahitan yang melanda membawa warisan berupa mimipi buruk tentang berbagai stigma. Stigma-stigma mengalir dimasyarakat derah konflik. Saya pernah berbincang dengan seorang pemilik mobil pick up yang biasa menyewa mobilnya untuk jasa pindahan. Beliau berbincang mengnai anaknya yang sudah mulai tumbuh besar dan juga makanan kesukaan istrinya. Perbincangan beranjak menuju bahasan mengenai asal daerah. Dimulai dengan pertanyaan “Bapak asli mana?” beliau menjawab sambil menyingkirkan keringat dari dahinya “Asli sih dari  tapi udah 30 tahun di Jawa ya sekarang jadi orang Jawa hahaha”. Canda-canda mulai mengalir hingga akhirnya perbincangan bergeser bertemakan konflik di daerah sampit kala itu. Beliau tidak begitu berkomentar banyak, akan tetapi titik yang menarik diri saya yaitu komentar miring beliau mengenai sebuah etnis yang memang saat itu terkait didalamnya. Intonasi beliau cukup lancar dalam pengucapannya, tidak gugup seolah ditutup-tutupi juga tidak terlalu berapi-api sekan sedang membual. Bukti jelas mengenai mimpi buruk akan sebuah pertikaian pun terlihat jelas. Warna kelam yang mulai memudarkan kontrasnya pelangi budaya, ras, etnisitas juga agama. Rasa yang mulai menjadi hambar dikarenakan satu dua kejadian seharusnya memberikan kita kesadaran untuk lebih memahami akan betapa berharganya warisan dan tanggung jawab yang pangku oleh kita, oleh kita generasi muda. Berhentilah memandang sebelah mata kawan mu. Sudahi celotehan rasisme kita. Mari bersama meraih kembali Indahnya warna warni bangsa ini, dan mulai bangun kembali Indonesia. Indonesia ku tercinta Bhineka Tunggal Ika. Jangan biarkan hanya sebatas pajangan didepan kelas atau hanya dicengkram oleh sang garuda. Mari ambil dan ikatkan dikening masing-masing. Dan, jadikan itu semangat pembangunan serta pemersatu bangsa.

"Kita Memang berbeda, akan tetapi pelangi itu menjadi indah karena berbeda"  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar