Senin, 28 Mei 2012

This is Indoesia

-Part #1-

Pemirsa pemirsa sekalian, untuk kali ini saya ingin berbincang-bincang lebih mengenai beberapa fenomena-fenomena unik yang terjadi di Indonesia belakangan ini. Mulai dari potongan rambut, gaya hingga nama orang. Akan tetapi karena akan menjadi sebuah tulisan yang kepanjangan, untuk postingan kali ini akan saya cicil mengenai bahasan mengenai nama orang. Mari kita mulai dengan foto berikut : 


Kedua tokoh diatas tentunya bukan orang yang asing lagi untuk masyarakat Indonesia. Terlebih lagi orang diatas adalah makhluk-makhluk luar biasa yang tersohor baik prestasinya maupun 'kelakuannya'. Akan tetapi yang ingin saya ketik berikutnya jauh menyimpang dari rekor-rekor yang bapak-bapak tadi telah lakukan. Apakah itu? Apakah gerangan? Nah yang akan dibahas sesungguhnya yaitu mengenai nama mereka. Loh jangan pasang tampang kecewa dulu kawan, memang sepele tapi kalo dilihat bener-bener ini bisa jadi hal yang menarik. Soekarno dan Soeharto adalah nama kedua legenda bangsa ini. Yaaa semua orang juga tau akan tetapi yang menarik disini adalah kedua nama tokoh tersebut diawal dengan kata 'soe' atau dibaca 'su' (bukannya makian loh ya ini). Yap walau sepele atau memang ada artinya sendiri kebanyakan nama orang jawa itu diawali dengan nama 'soe' atau 'su' dan sering diakhiri dengan 'o'. Nah baru nyadar? Yah telat. Padahal cukup banyak orang di Indonesia yang telah sadar tentang hal ini. Sayangnya orang tua zaman saiki (arti : sekarang) sudah jarang yang memberikan nama anak dengan ciri khas seperti diatas. Entah karena tergerus ombak globalisasi, atau bisa saja malah malu karena kadang terkesan kampungan dan ga oke. Bahkan bisa dibilang ciri khas ini merupakan sebuah warisan bangsa yang seharusnya tetap ada dari tahun ke tahun. Sungguh disayangkan.

Kamis, 24 Mei 2012

Pelangi dimata mu (..oh Indonesiaku..)


Mendalami indahnya Indonesia sejauh mata menikmat, indahnya paronama alam serta ramahnya sapaan manusia. Akan tetapi kita sendiri sebagai masyarakat pribumi sering tidak menyadari mengenai keindahan sesungguhnya dari Indonesia kita ini. Karunia Tuhan bukan hanya sebatas keindahan Alam semata, akan tetapi juga keindahan akan sebuah perbedaan. Bayangkan saja jumlah pulau-pulau yang Tuhan taburkan di bumi kita Indonesia ini, sepaket dengan masyarakat didalamnya. Keberagaman dan kebersamaan berjalan selaras dan saling padu dalam bentuk "Bhineka Tunggal Ika". Memberikan kita ikatan akan sebuah bangsa yang padu dan berwarna. Berkah ataukah sebuah Bencana? Melihat fakta yang terjadi saat ini sungguh pedih rasanya. Penghinaan, Caci Maki, Diskriminasi horizontal dan banyak contoh lain yang memberikan citra mulai pudarnya beberapa warna yang dimiliki oleh Indonesia. Tanpa kita sadari hal ini telah berkamuflase dihadapan kita. Hina dan Caci Maki kadang menjadi candaan yang kita anggap biasa. Mungkina iya bagi sebagian orang akan tetapi hal itu tidak berlaku juga untuk sebagian kalangan. Tentu hal ini wajar karena setiap orang memiliki yang namanya prinsip masing-masing. Akan tetapi sebagai bangsa yang telahir dengan warna warni didalamnya tentu kita perlu memahami yang namanya Tenggang Rasa. Dan, itu menjadi alasan mengapa hal ini menjadi sebuah materi yang terlah diajarkan kepada para pembelajar diusia dini. Semenjak duduk di sekolah dasar kita telah mengunyah habis apa yang dinamakan dengan Tenggang Rasa didalam piring pelajaran bernama Pendidikan Kewarganegaraan. Akan tetapi kita sering mengabaikannya dan hanya menganggapnya sebuah kewajiban sekolah, bukan makna sesungguhnya dari itu.

Selain itu sejak akhir dari abad 20 hingga dimulainya awal 21 banyak penanda akan ‘mulai’ runtuhnya budaya kita yang satu ini. Pertikaian dimana-mana, antar suku maupun agama. Melihat pertikaian yang terjadi diberbagai daerah ini merupakan sebuah pertanda yang harusnya kita sigapi dengan strategis. Kita sebagai pilar bangsa seharusnya tidak ikut-ikutan dalam pengrusakan tersebut. Akan tetapi beda cita beda cerita. Tidak terhitung jumlah pemuda yang menjadi motor dari pergolakan tersebut. Kepahitan yang melanda membawa warisan berupa mimipi buruk tentang berbagai stigma. Stigma-stigma mengalir dimasyarakat derah konflik. Saya pernah berbincang dengan seorang pemilik mobil pick up yang biasa menyewa mobilnya untuk jasa pindahan. Beliau berbincang mengnai anaknya yang sudah mulai tumbuh besar dan juga makanan kesukaan istrinya. Perbincangan beranjak menuju bahasan mengenai asal daerah. Dimulai dengan pertanyaan “Bapak asli mana?” beliau menjawab sambil menyingkirkan keringat dari dahinya “Asli sih dari  tapi udah 30 tahun di Jawa ya sekarang jadi orang Jawa hahaha”. Canda-canda mulai mengalir hingga akhirnya perbincangan bergeser bertemakan konflik di daerah sampit kala itu. Beliau tidak begitu berkomentar banyak, akan tetapi titik yang menarik diri saya yaitu komentar miring beliau mengenai sebuah etnis yang memang saat itu terkait didalamnya. Intonasi beliau cukup lancar dalam pengucapannya, tidak gugup seolah ditutup-tutupi juga tidak terlalu berapi-api sekan sedang membual. Bukti jelas mengenai mimpi buruk akan sebuah pertikaian pun terlihat jelas. Warna kelam yang mulai memudarkan kontrasnya pelangi budaya, ras, etnisitas juga agama. Rasa yang mulai menjadi hambar dikarenakan satu dua kejadian seharusnya memberikan kita kesadaran untuk lebih memahami akan betapa berharganya warisan dan tanggung jawab yang pangku oleh kita, oleh kita generasi muda. Berhentilah memandang sebelah mata kawan mu. Sudahi celotehan rasisme kita. Mari bersama meraih kembali Indahnya warna warni bangsa ini, dan mulai bangun kembali Indonesia. Indonesia ku tercinta Bhineka Tunggal Ika. Jangan biarkan hanya sebatas pajangan didepan kelas atau hanya dicengkram oleh sang garuda. Mari ambil dan ikatkan dikening masing-masing. Dan, jadikan itu semangat pembangunan serta pemersatu bangsa.

"Kita Memang berbeda, akan tetapi pelangi itu menjadi indah karena berbeda"  


Sabtu, 19 Mei 2012

Ehem ehem.. Uhuk uhuk..


Dimulai dipagi yg cerah saat bangun kesiangan untuk mengawali hari. Iseng-iseng buka laptop colok modem garuk-garuk kepala bingung mau ngapain ketemu ide nulis, dimulai dari iseng-iseng akhirnya lahir blog ini. Sebelumnya nama saya Tito umur sejauh ini masih dibawah rata-rata orang normal (haha) dan saya seorang yg biasa-biasa saja. Biasa dalam berbicara, berkawan, gaya nulis, kayang, bentuk pup, hingga wajah. Nah ngomong-ngomong  soal wajah, tempat ini aslinya sisi yg paling sensitif dari seorang manusia, khususnya kaum wanita. MENGAPA?? APA?? KENAPA??, ya karena banyak hal tentunya, nomer wahid yg pasti buat nyari gandengan (haha). Yaaaaaa mau gk mau itu fakta loh yaa, berbeda dengan cowo yg jelek gk jelek pasti dapet pacar, cewe kudu punya modal yg satu ini. Alesannya simpel, cuma biar disamperin cowo bukan nyamperin cowo (serius loh!!), dari jaman kerajaan padjajaran perang ama madjapahit ampe novel siti nurbaya terkenal ampe jaman nikita willy tenar juga sama aja. Peran seorang perempuan dalam pra-pacaran emang seperti itu. Alhasil jadilah banyak permpuan yg mulai berlomba-lomba dalam memoles wajah, dengan kosmetik, amplas, ampe semir sepatu (ya kalii). Memanfaatkan kondisi sosial yg seperti ini jelas-jelas merupakan peluang besar untuk para pebisnis-pebisnis dalam meraup keuntungan. Mulai dari yg bener-bener niat jualan ampe yg cuma niat dapet duitnya aja. Untuk itu bagi pembaca wanita atau pun pria hati-hati dalam memilih kosmetik baik dalam kemasan ataupun produknya. Itung-itung dari pada wajah amblas kaya jembatan (haha). Udah ah sekian. Kelamaan ngelantur ntar lentur (apasih!!!), Yaudh salam olah raga.. keep sporty and healthy (pinjem salam perpisan ala metro sport hehe)